TendaBesar.Id - Jakarta - Belum tuntas kasus dugaan penipuan investasi yang dilakukan oleh salah seorang tokoh agama yang cukup terpandang, muncul dugaan penipuan berkedok trading binary option.
Belum usai kasus binary option kini muncul lagi dugaan penipuan investasi yang dilakukan oleh bos dan Raja Kebab Indonesia Baba Rafi.
Owner Baba Rafi, Hendy Setiono dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan penipuan investasi di PT Tambak Udang Baba Rafi. Pelapornya bernama Rinto Wardana yang mengaku diberikan kuasa oleh 25 investor di PT Tambak Udang Baba Rafi tersebut.
Rinto mengatakan bahwa laporan kliennya tercatat dengan nomor: LP/B/1356/III/2022/SPKT POLDA METRO JAYA, tanggal 16 Maret 2022 tentang dugaan penipuan investasi.
"25 orang telah memberikan surat kuasa kepada saya. Mereka itu mengikuti investasi Udang Vaname. Tambak udang Vaname yang dimiliki saudara Hendy Setiyono, dia adalah pendiri dan pemilik daripada Baba Rafi," terang dia," kata Rinto usai melapor di Polda Metro Jaya, Rabu (16/3/2022).
Rinto menerangkan bahwa 25 kliennya yang menjadi investor mengikuti program investasi Tambak Udang Vaname yang digagas oleh Hendy Setiono.
Para investor tertarik untuk berinvestasi berawal dari sebuah pameran yang diselanggarakan PT Tambak Udang Baba Rafi di JCC, Balai Sarbini dan pelbagai tempat lain.
Ditenggarai Hendy Setiono yang disebut sebagai Direktur PT Tambak Udang Baba Rafi memperkenalkan keunggulan berinvestasi di PT Tambak Udang Baba Rafi. Ia mengatakan bahwa Tambak Udang Vaname yang menjadi objek investasi sangat tahan dengan berbagai penyakit dan bisnis ini sangat menguntungkan.
Rinto menyebut, bahwa 25 kliennya tertarik menanamkan modalnya berivestasi di PT Tambak Udang Baba Rafi dengan nilai invetasi yang bervaritif di antaranya ada yang menyetorkan Rp 200 juta sampai Rp 300 juta.
"Ini yang membuat para korban ini tergiur dengan kemudian ada mekanisme perhitungan pembagian keuntungan yang diberikan oleh Baba Rafi kepada para korban," tutur Rinto.
Rinto membeberkan bahwa dalam perjanjian nota kesepahaman terdapat kesepakatan pembagian keuntungan. Adapun, sistem bagi hasil pada 1 tahun sampai 4 tahun 70 persen : 30 persen. Sementara itu, begitu memasuki tahun kelima kebijakan bagi hasil berubah 50 persen : 50 persen.
"Jadi 70 persen kepada para korban, 30 persen kepada Baba Rafi. Lalu kemudian setelah pasca tahun keempat berarti masuk tahun ke lima maka mekanisme pembagian hasilnya itu 50 persen: 50 persen," beber Rinto.
Namun, para investor jangankan untung malah justru buntung yang didapat. Para kliennya itu harus gigit jari lantaran sejak menjadi investor sampai hari ini keuntungan tak sesuai dengan kesepakatan.
"Pembayaran yang dilakukan oleh Tambak Udang Baba Rafi kadang hanya mentransfer Rp 10 juta atau Rp 3 juta, tidak sesuai dengan yang telah diperjanjikan sebelumnya," ungkap Rinto.
Rinto mengatakan bahwa kliennya telah berusaha menjalin komunikasi dengan pihak PT Tambak Udang Baba Rafi. Dalam keterangannya kepada investor, pihak perusahaan mengakui udang-udang yang dikembang biakan mengalami kematian. Sehingga mengakibatkan kerugian besar.
"Ini bukan tanggung jawab daripada korban. Ini kan tidak sesuai di awal di brosur yang mereka kasih ini berkomitmen udang ini tahan terhadap penyakit dan ternyata alasan mereka diakhir-akhir udang-udang itu pada mati," jelas Rinto.
Belakangan diketahui fakta mengejutkan bahwa PT Tambak Udang Baba Rafi sudah berhenti beroperasi. Dan yang mengejutkan para kliennya ternyata, PT Tambak Udang Baba Rafi bukanlah milik Baba Rafi semata namun ada kerja sama dengan pihak-pihak lain.
"Ternyata informasi yang kami dapat dari lawyernya ternyata tambak udang ini memang bukan milik baba Rafi tetapi sistem sewa. Akhirnya kan tidak ada hal yang bisa memberikan para korban atas investasi yang mereka lakukan," kata Rinto.
Ditenggarai akibat investasi tersebut, nilai kerugian yang ditanggung para korban mencapai kisaran Rp 9,1 Miliar.
Atas dasar itu para korban melaporkan Hendy Setiono dengan tuduhan melakukan penggelapan dan penipuan.
Dalam laporan Hendy dipersangkakan melanggar Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 3,4,5 Undang-Undang RI N0 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
(fer/tb)