Lebih Gemuk 10 Kementrian dari Sebelumnya! Kata Pengamat: Prabowo akan Kesulitan Anggaran Pembangunan


TendaBesar.Id - Jakarta - Lebih Gemuk 10 Kementrian dari Sebelumnya! Kata Pengamat: Prabowo akan Kesulitan Anggaran Pembangunan. Kabar mengenai rencana kabinet Prabowo yang jumbo terus menuai kritik pedas dari masyarakat. Rumor terkait penambahan jumlah menteri ini bermula dari pernyataan politisi Partai Golkar dan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo.

Bamsoet sapaan akrabnya, mengungkapkan bahwa kabinet Prabowo-Gibran kemungkinan akan diisi oleh 44 menteri. Pernyataan tersebut ia sampaikan saat menanggapi revisi Undang-Undang Kementerian Negara yang akan menghapus batasan jumlah kementerian.

Untuk memuluskan rencana kementerian gemuk tersebut, Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Pemerintah telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Kementerian untuk dibawa ke tahap pengambilan keputusan tingkat II atau rapat paripurna DPR.

Keputusan ini dihasilkan dalam rapat pleno tingkat I yang diadakan oleh Baleg DPR bersama Pemerintah pada Senin, 9 September 2024. Sebanyak sembilan fraksi menyetujui agar RUU Kementerian Negara dibawa ke Paripurna untuk disahkan. 

Seperti diketahui sebelumnya, UU Kementerian membatasi jumlah menteri hingga 34, namun dalam revisi yang diusulkan, tidak akan ada lagi batasan jumlah menteri.

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, menyatakan bahwa kabinet yang terlalu besar cenderung bergerak lebih lambat dan tidak efisien.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Yunarto ketika dimintai pendapatnya terkait kabar yang menyebutkan kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan diisi oleh 44 menteri.

“Kalau kemudian tujuannya adalah untuk menampung jumlah menteri yang berasal dari kader partai politik, ya berarti betul-betul ya kita bicara mengenai politik akomodatif. Apa pun yang terlalu akomodatif dan gemuk, bukan sehat ya, itu pasti akan sulit untuk bergerak maju,” kata Yunarto dalam program Kompas Petang di Kompas TV, Jumat (13/9/2024).

Yunarto juga menyayangkan jika benar jumlah kementerian di pemerintahan Prabowo akan bertambah. Menurutnya, kabinet yang terlalu besar justru akan kontraproduktif dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

“Kita tahu Pak Prabowo ini ambisinya luar biasa ketika berbicara pertumbuhan ekonomi delapan persen, termasuk beberapa program populis lain. Itu catatan kritis yang saya sih berharap Pak Prabowo ini jauh lebih berani dibandingkan Pak Jokowi yang awal dikatakan akan jauh lebih berani membangun kabinet ramping,” ujarnya.

Yunarto menambahkan bahwa penambahan jumlah kementerian juga akan memengaruhi alokasi anggaran. Menurut pandangannya, anggaran yang sudah ada akan terpaksa dikurangi dan dibagi dengan kementerian baru yang dibentuk. Hal itu, kata Yunarto, akan berdampak pada pencapaian target pemerintah, yang kemungkinan besar akan terhambat akibat keterbatasan anggaran yang tersedia

“Kalau kita bicara jumlahnya (kementerian) dinaikkan 10, andaikata betul, kementerian-kementerian yang eksisting itu jatah anggarannya akan dkiurangi lho. Artinya kan mencapai targetnya lebih susah secara kuantitatif,” katanya.

Namun demikian, Yunarto juga mengakui bahwa politik akomodatif dalam penyusunan kabinet memang sudah menjadi praktik umum sejak era reformasi, di mana kabinet selalu mengakomodasi kepentingan partai politik.

Meski begitu, ia menegaskan bahwa menjaga stabilitas pemerintahan atau memastikan program berjalan tidak selalu harus dilakukan melalui politik akomodatif. Menurutnya, pemerintahan hanya membutuhkan dukungan mayoritas sederhana, yaitu 50 persen ditambah satu suara di DPR RI.

Yunarto mencontohkan Amerika Serikat di masa kepemimpinan Presiden Barack Obama, yang berhasil meloloskan program Obama Care meskipun hanya didukung oleh partai minoritas di parlemen.

Ia menambahkan, partai politik di parlemen kemungkinan besar tidak akan berani menentang program pemerintah jika program tersebut benar-benar ditujukan untuk kesejahteraan rakyat.

“Kita tahu kalau niatnya adalah membangun atau merangkul sebesar-besarnya koalisi atas nama seakan-akan nilai luhur persatuan nasional padahal nyatanya itu cuma bagi-bagi kursi menteri akhirnya berakibat pada jumlah kursi menteri yang diperbanyak, anggaran sulit untuk dibagi, ya buat saya yang nanti akan jadi korban pertama ya Pak prabowo sendiri. Sulit untuk kemudian mencapai program-program apalagi program populis yang kita tahu targetnya lumayan ambisius kalau kita lihat pada masa kampanye kemarin,” papar Yunarto panjang lebar.

Oleh karena itu, Yunarto menyebut bahwa kunci pembentukan kabinet atau penunjukan menteri kini berada di tangan Prabowo sebagai Presiden RI terpilih.

Namun, ia berharap Prabowo dapat bersikap lebih berani dibandingkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mewujudkan kabinet yang lebih ramping dan efisien.

(mhi/tb)
Lebih baru Lebih lama

ads

ads

نموذج الاتصال